Review cerpen ‘Penjaja Cerita Cinta’-Beragam Ilmu dalam Beragam Cerita

Image

Judul          : Penjaja Cerita Cinta
Penulis       : @edi_akhiles
Penerbit     : DIVA Press, Yogyakarta
Cetakan 1  : Desember 2013
Tebal         : 192 halaman

Bismillah…

Awalnya saya kira meriview buku tipis seperti ini mudah lho. Ya, hanya dengan sekali baca dengan agak cepat sudah bisa membuat penialain yang cukup objektif tapi nyatanya saya salah. Penilaian saya masih terkesan dangkal di kali pertama. Barulah untuk kedua kalinya saya coba benar-benar serius ‘memelototi’ bagian per bagian buku ini agar mendapatkan penilaian-penilaian yang berbobot. Biar cepet, langsung saja ya saya sajikan review saya..hhe

Penjaja Cerita Cinta

Inilah cerpen yang mempunyai nilai sastra paling kuat di antara cerpen yang lain wajar jika judulnya diangkat menjadi judul bukunya. Cerpen ini juga tipikal ‘mukaddimah’ yang amat berbobot agar para pembaca mendapatkan kesan pertama yang bagus dari buku ini. Ceritanya unik walaupun lawas, ya cerita seorang yang berprofesi sebagai  pendongeng, khususnya menceritakan kisah tentang cinta.

Cerpen ini memiliki diksi tingkat tinggi dan inilah kekuatan utamanya. Kombinasi antara tokoh Senja yang  sarat dengan aroma sendu, keputusasaan, dan kesedihan dengan penggunaan kosakata yang ‘nyastra’ banget membuat setiap kalimat dalam paragrafnya punya kekuatan dan daya tarik khusus bagi pembacanya. Kayanya, ga usah saya kasih contoh ya, karena terlalu banyak dan mudah sekali ditemukan.

Ada empat subcerita dalam cerpen ini yaitu tentang, kesetiaan, rindu, perpisahan, dan kenangan, pada akhirnya semua bermuara pada penantian tanpa batas seorang wanita akan kekasihnya. Nilai plus cerpen ini juga terdapat pada endingnya. Cerpen ini menyajikan nilai yang amat menyentuh yaitu tentang betapa sulitnya seseorang untuk setia terutama bagi kaum adam.

Namun, saya rasa cerpen ini terlalu panjang, apalagi disajikan dengan tempo yang lambat. Walaupun kalimat-kalimatnya dilapisi kosakata yang tidak biasa dan elegan, pambaca akan cenderung bosan sebelum ceritanya menuju klimaks. Apalagi, ada beberapa bagian yang malah berisi adegan dewasa yang kadang merusak mood pembacanya.

Oiya, saking panjangnya mungkin penulis jadi agak sulit mengontrol perpaduan antar alinea. Saya rasa ada kesan janggal di hal. 27 di bagian, “Maafkan saya…” ujarku sambil membenarkan celanaku. Tanpa basa-basi, alinea selanjutnya, “Maaf, aku tersihir oleh jiwa Senja yang merindukan lelakinya…” seakan ada lompatan sudut pandang yang membuat pembaca rada bingung.

Secara keselurahan, Penjaja Cerita Cinta sangatlah berkualitas. Baik itu ide, penokohan, setting, dan terutama diksinya yang kaya!

Love is Ketek

Bisa dibilang cerpen ini adalah antitesis dari cerpen sebelumnya. Dari yang nyastra banget langsung berpindah ke cerpen yang bahasanya gahoel abieess. Kalimat-kalimatnya segar dan bisa bikin pembaca senyum-senyum bahkan sampe nyengir.

Saya rasa ada dua poin utama yang penulis mau utarakan di sini. Pertama, kebiasaan buruk perempuan yang biasanya ngangkat masalah yang dulu-dulu buat alasan marah sama cowoknya. Kedua, di bagian ending yaitu sebagai cowok yang ga bakalan bisa hidup tanpa perempuan, baik itu ibu ataupun pasangannya.

Mungkin kelemahannya adalah ada bagian yang amat vulgar yang rasanya malah membuat kesan ga bagus, yaitu “…yang sopirnya sedang sakau sambil ngeremponin tetek penumpangnya dengan paksa”.

Ya intinya, cerpen ini sangat menghibur. Cocok banget sebagai pengalihan suasana hati dari efek cerpen PCC.

Cinta yang Tak Berkata-kata

Jika para cowok yang hanya bisa bergombal-gombal ria kepada kekasihnya membaca cerpen ini, saya yakin mereka akan langsung tersindir habis. Kandungan cerpen ini begitu jelas yaitu cinta butuh aksi dan bukti bukan hanya kata-kata semata.

Metafora-metafora yang banyak dipakai membuktikan bahwa penulis memang piawai merangkai kata. Namun, sedikit salah ketik juga ada (hal. 60, bagian, “Kalimatmu meninggi” harusnya ‘kalimatku meninggi’ ya maklumlah namanya manusia kan bisa salah ketik juga..hhe.

Setelah saya membaca ending cerita, saya menjadi tahu bahwa si cewek dari cerita ini sebetulnya sudah muak dengan puisi-puisi dari si cowok tapi di sisi lain sebetulnya si cewek tidak terlalu menuntut sesuatu yang benar-benar konkrit. Buktinya, hanya dengan kata-kata, “Akan kukirim All New Jazz RS untukmu…” yang pada dasarnya bokis juga si cewek langsung luluh. Si cewek hanya butuh kata-kata yang lain yang keluar dari mulut cowoknya walaupun itu hanyalah harapan-harapan palsu-karena sepalsu-palsunya harapan tetap saja memberikan setitik harapan nyata buat si cewek kelak.

Dijual Murah Surga Seisinya

Nilai religius yang terkandung dalam cerita ini disuguhkan dengan begitu baik. Ini jenis cerita yang mampu menyadarkan pembacanya bahwa selama ini kita sangat meremehkan kehidupan ukhrawi kita. Allah Yang Maha Pemurah kita balas dengan kelakukan kita yang acuh. Surga yang di dalamnya begitu banyak kenikmatan begitu kite remehkan sehingga terkesan murah dan cuma-cuma.

Tapi ada sedikit kata-kata yang menurut saya rada kurang tepat. Di hal. 69, bagian “Aku ngakak segila-gilanya…”. Saya pikir akan ada kejadian lucu yang bisa membuat saya ngakak juga namun ternyata yang membuat si tokoh itu ngakak adalah analogi yang ‘Pak Tua’ itu ceritakan pada si tokoh yang sebetulnya sih ngga ada lucu-lucunya menurut saya.

Ya yang sedikit itu tetap gak begitu berarti sih karena apa yang penulis ingin utarakan sudah mengena tepat sasaran. Hhe

Menggambar Tubuh Mama

Penulis menyuguhkan cerita yang benar-benar berbeda. Bukan cerita horor, tetapi lebih tepatnya cerita sadis. Kesadisan yang ada di dalamnya, di mana ada seorang perempuan yang ditebas sampai kepalanya putus kadang membuat saya berkhayal yang sama dan itu menyeramkan.

Hmm, walaupun ini fiksi tapi rasanya kok tetap tidak begitu logis ya. Saya pikir apa yang diceritakan di dalam cerpen ini agak bertentangan dengan psikologis normal seorang anak perempuan. Rasanya tidak mungkin bocah perempuan begitu santainya berada di samping tubuh mamanya yang tanpa kepala, menggambarnya lalu membenamkan kepalanya di dada mamanya. Bisa dibilang, aroma cerita yang dipaksakan sama besarnya dengan dari aroma kesedihan yang ada dalam cerita ini.

Secangkir Kopi untuk Tuhan

Cerita yang mengangkat tentang kesedihan seseorang karena sang idolanya meninggal dengan tragis. Penulis lihai sekali dalam mengungkapkannya lewat tulisan sehingga membuat pembacanya turut merasakan kesedihan yang sama dengan apa yang dirasakan penulisnya. Walaupun saya ngerasa sih rada berlebihan sedihnya.

Oiya, saya rasa ada satu adegan yang benar-benar mengkhawatirkan saya. Terlepas dari kepedihan yang penulis rasakan dan rasa hormat penulis kepada Simoncelli, kenapa mesti ada lantunan al-fatihah dan doa pengampunan untuk Simoncelli? saya sangat wajar jika penulis yang berlatarbelakang filsafat pasti mempunyai argumen sendiri tentang ini, saya yang akademisi di bidang agama pun tidak akan mempermasalahkan masalah seperti ini lebih jauh. Tapi karena ini adalah cerpen untuk umum dan dibaca banyak orang yang mayoritas berpendapat tidak boleh mendoakan ampunan bagi non-muslim yang sudah meninggal, alangkah baiknya adegan itu tidak ditulis. Saya khawatir akan terjadi friksi ke arah teologi jika pembaca lain tidak setuju dengan apa yang anda lakukan dan ujung-ujungnya anda yang terkena efek sentimen dari pembaca yang tidak setuju.

Secara keseluruhan saya salut dengan cara penulis menunjukkan kesedihan, kegundahan, dan kekesalannya. Benar-benar memengaruhi yang baca, ya asal ga lebay-lebay amat sih hhe.

Tak Tunggu Balimu

Ini cerpen yang memadukan antara kekocakan dua orang yang musuhan dengan keseriusan filsafat Hermeneutika. Walaupun keduanya-kekocakan dan keseriusan- dalam cerita ini mempunyai maksud yang berbeda tetapi membuat pembacanya merasa asik di satu sisi dan menjadi berpengatahuan di sisi lain.

Hmm sepertinya penulis punya maksud lain kenapa cerpen ini ditaruh setelah cerpen tentang ‘Simoncelli’. Mungkin penulis tahu akan ada kontra dengan tindakan penulis-mendoakan Simoncelli yang telah wafat- makanya itu penulis buru-buru redam dengan menyuguhkan pemikiran dari Ricouer tentang whai is said dan the act of saying yang intinya adalah dinamika penafsiran yang mungkin terjadi dari si penulis dan pembaca.

Lalu poin yang tidak kalah penting adalah, bagaimana penulis mengatakan bahwa ‘stigma selalu merusak objektivitas’ ya itu benar sekali. Apa yang sudah terlanjur jelek di mata orang akan selalu menjadi jelek betapapun bagusnya itu. Mind set itulah yang berusaha penulis ingin enyahkan bahwa alangkah baiknya seseorang berlaku objektif terkait apapun, tidak menjudge sesuatu sebelum menyelaminya sendiri.

Cerpen yang serius tapi kocak! hhe

Cinta Cantik

Pesan yang terkandung dalam cerpen ini jelas sekali, yaitu cinta bukanlah hanya perasaan sesaat saja. Rasa kepincut di kali pertama itu bukan cinta tetapi hanya sekedar rasa dan sering kali nafsu yang mengatasnamakan cinta. Pesan moral yang amat mendalam, khususnya bagi muda-mudi yang kehidupannya sering diidentikkan dengan masalah cinta-cintaan.

Dalam cerpen ini penulis juga memberikan kita pengetahuan, bahwa mimpi itu merupakan produk alam bawah sadar dan tidak setiap mimpi itu merupakan sebuah pertanda. Nilai plusnya adalah penyampaian yang ringan dan tak berbelit-belit.

Seperti  biasa, cerpen ini jadi semakin renyah di satu sisi dan semi jorok di sisi lain karena penulis membumbuinya dengan cerita jenaka plus plus…hhe

Tamparan Tuhan

Tipikal cerpen yang sangat memfokuskan pada nasihat yang akan disampaikan. Lagi-lagi penulis menyajikan suatu teknik menulis cerpen yang berbeda. Penulisan cerpen yang hampir mirip dengan penulisan tausiyah yang ada dalam buku-buku bergenre religius.

Tidak seperti cerpen Cinta Cantik yang penjelasannya mudah dicerna. Pemikiran ala filsafat yang ada dalam dialog cerpen Tamparan Tuhan membuat pesan moral cerpen ini menjadi begitu dalam sekaligus butuh konsentrasi lebih untuk memahaminya. Sepertinya, penulis ingin membuktikan bahwa, selain mampu menyajikan nilai-nilai falsafah dalam gaya yang ringan, ia juga mampu menghadirkannya dengan sedikit rumit dan berat.

Ya, yang terpenting tetaplah pesan di dalam cerpen ini, yaitu tidaklah benar membalas keburukan dengan keburukan apalagi menjadikan Tuhan sebagai ‘senjatanya’.

Abah, I Love You

Cerita yang penuh dengan kenangan-kenangan yang amat menyentuh apalagi jika pembacanya mengalami hal yang sama dengan apa yang penulis ceritakan. Walaupun, saya sudah bisa melanjutkan ceritanya sampai akhir tanpa membaca keseluruhan ceritanya tetap saja penulis bisa menyuguhkannya dengan begitu elok sehingga membuat emosi pembacanya terkuras.

Nilai yang tersimpan dalam cerita ini wajib diketahui oleh para anak yang sejatinya belum melihat kebaikan yang terkandung dari perlakuan orang tua mereka. Sering kali apa yang kita nilai baik itu hakikatnya buruk dan sebaliknya, apa yang dulu kita anggap sangatlah kejam, menyedihkan dan tidak pantas ternyata di kemudian hari itulah yang membawa pada kebaikan dan kehormatan. Khususnya, itulah yang terjadi antara orang tua dan anaknya.

Pesan yang hebat, salut bagi penulis!

Cerita Sebuah Kemaluan

Sip banget, inilah cerita ‘terjorok’ yang ada dalam cerpen ini. Malah menurut saya, saking kuatnya kesan joroknya sampai-sampai mengalahkan pesan moral yang ada dalam cerpen ini haha.

Ada typo sedikit di hal. 138 bagian, “Tukasmu memotong” harusnya “Tukasku memotong..”  ya mungkin ini bagian editornya kali ya hhe.

Cerita seperti ini menjadi unik karena jarang sekali ada penulis yang berani menuliskan model cerpen macam begini. Menulis cerita seperti ini bisa membuat penulisnya dilabeli buruk. Saking sadarnya penulis akan resiko dibilang ‘otak ngeres’ makanya ada catatan setelah cerita usai, “Plis baca cerpen ini sampai habis agar tidak sepenggal kesimpulanmu” haha good job lah!

Munyuk!

Intinya tentang rumah tangga yang tidak harmonis lagi. Dalam ceritanya tidak ada sebab konfliknya, bahkan juga terkesan antiklimaks pada endingnya, tidak jelas apakah suaminya memang benar-benar pergi atau hanya kemarahan sesaat.

Yang saya tangkap, 2 poin utama cerita ini ada pada si ‘kebrengsekan si suami’ yang tak pantas untuk ditiru dan ‘kesabaran si istri’ menghadapi suaminya yang brengsek. Namun, poin utama terkesan lebih kuat.Sikap suami yang sangat tidak solutif bahkan memperkeruh suasana rumah tangganya sudah terlihat jelas dengan caranya meninggalkan rumah sedangkan sikap sabar istrinya belum teruji secara penuh, ya karena istrinya baru sabar dalam sehari, belum sebulan bahkan setahun.

Cerpen ini mampu menguras emosi saya. Karakter si suami dalam cerpen ini sanggup membuat saya benar-benar merasa kesal dengannya-si suami-karena tingkah lakunya yang amat buruk. Yap, sekali lagi penulis menyajikan satu contoh penokohan yang karakternya begitu kuat. *prok prok prok* tepok tangan.

Lengking Hati Seorang Ibu yang Ditinggal Mati Anaknya

Dari awal membaca rasanya ikut terenyuh dengan cerita ini. Namun di awal hal. 152, alur cerita benar-benar bergeser dan rasanya membuat judul dan pokok cerita menjadi tidak sinkron. Tiga halaman pertama masih sesuai dengan judul cerita, tetapi tujuh halaman terakhir malah menceritakan seorang anak yang tidak rela ditinggal mati ibunya karena merasa belum berbuat apa-apa di saat ibunya masih hidup. Hanya di alinea terakhir cerpen, ceritanya baru kembali diarahkan agar sesuai dengan judulnya.

Sedikit kejanggalan juga saya rasakan. Pada awalnya saya sangat yakin bahwa si nenek dan ibu seperti berada dalam satu rumah. Tetapi di hal. 157 bagian ‘…Kemudian orang-orang mulai berdatangan ke rumah tua ini, berucap sungkawa atas kematian ibu. Nenek pun datang beberapa menit kemudian” malah mengesankan si nenek dan ibu mempunyai rumah yang berbeda karena aneh sekali kenapa nenek yang satu rumah malah datang setelah para tetangganya telah datang.

Di satu sisi, dialog khayali antara si tokoh dengan malaikat maut benar-benar bagus. Penggambaran hati yang tidak rela jika ibunya mati benar-benar kuat dan mengharukan. Pesan-pesan moralnya pun mampu menyadarkan pembacanya akan betapa mulianya cinta seorang ibu dan betapa seorang anak tidak akan mampu membalas cinta ibunya kepadanya.

Aku Bukan Batu

Ini merupakan cerpen yang berisi tentang pemikiran teologis yang amat kuat. Pesan-pesan moral dan religius ini sangat bersinergi dengan latar belakang pendidikan penulis. Teori tentang kekekalan manusia, apakah manusia benar-benar kekal atau suatu saat nanti memang benar-benar ‘dihilangkan’ memang menjadi kontrversi para pakar teolog dan ulama. Kerennya adalah penulis bisa menyampaikan itu dengan bahasa yang relatif ringan, lugas, dan tanpa basa-basi.

Mungkin ending cerita ini yang agak kurang memuaskan. Argumen ketidakpuasan dari si tokoh yang sangat panjang dan beragam langsung luntur ketika istrinya menasihatinya dengan kata-kata yang teramat singkat. Jadi terkesan, cintanya kepada istrilah yang menjadikan si tokoh berhenti ‘memprotes’ bukan lewat nasihatnya.

Ya, sekali lagi salut dengan penulis karena bisa menyampaikan tema yang relatif berat menjadi bacaan yang menarik!.

Si X, Si X And God

Cerpen terakhir dengan gaya yang amat berbeda dari cerpen-cerpen sebelumnya. Cerpen unik yang berisi full dialog dari awal ampa akhir. Seperti biasa, kaya akan pengetahuan dan nilai-nilai filsafat di dalamnya dan diceritakan dengan ringan juga menarik. Yang saya tangkap, pesan inti yang ingin disampaikan penulis adalag bagian tentang Tuhan dan sebelum menuju ke situ penulis mengawalinya dengan masalah hal konkret dan hal abstrak tentang apa itu ‘kaya’. Pembuka yang cukup baik agar pembaca merasakan gradasi yang tepat sebelum menuju masalah inti.

Tapi ada yang benar-benar janggal menurut saya. Awalnya saya mengira, tokoh ke dua itu ateis. “ Oke, tapi kenapa kamu nggak percaya Tuhan sampai sekarang?” hal. 175. Tapi di bagian akhir dialog, tiba-tiba, “Ayuk, shalat, ntar kamu kan merasakan kehadirannya” hal. 179. Sepertinya di sentuhan terakhir ini penulis sedikit tergelincir. Asumsi pembaca pada awalnya pasti mengarah kepada sosok ateis tetapi karena akhir dialognya si tokoh pertama mengajak shalat, ini jadi terkesan aneh bahkan lucu. Ya mungkin di sini terletak kelemahan cerpen terakhir ini. The End.

Wah akhirnya selesai juga ya nge-review cerpennya Pak Edi. Cerpen yang benar-benar menarik karena banyak sekali pelajaran di dalamnya. Cerpen yang penulis niatkan agar menginspirasi dan membagi pengalaman perihal menulis fiksi sudah sampai kepada pembacanya. Cerpen ini benar-benar memuat beragam teknik menulis dan satu lagi yang saya salut adalah kekayaan diksi penulis! Jika penulis pemula ingin belajar menulis fiksi, ingin mendapatkan pencerahan tentang keragaman diksi, dan ingin mengetahui ragam gaya penulisan, saya sangat merekomendasikan buku ini!

Akhir kata, terima kasih banyak Pak Edi yang telah memberikan bukunya secara cuma-Cuma, memberikan ilmunya, dan memberikan kesempatan untuk ikut mereview buku ini. Insya Allah bermanfaat.

Alhamdulilah…